Rabu, 22 Januari 2014

Lilin Ke - 4 Harapan

Ya, benar… sekalipun kau tak memiliki apa-apa lagi. Harapan tak boleh padam, sampai sisa waktu hidupmu dihabiskan. Aku ingin buat novel! Tapi sampai saat ini belum ada yang percaya bahwa aku mampu melakukannya, tidak termasuk aku. Ya! Jika bukan aku orangnya yang pertama percaya, lalu siapa yang mau percaya? Jadi aku harus percaya suatu saat nanti, aku akan melihat sebuah novel yang di covernya tertulis ‘karya Rerein’. Sementara ini mimpi dan banyak nulis disana sini tak mengapa bagiku. Fighting!!! Oh, gimana kalau ceritanya begini. Itu nanti begitu. Ditengah-tengah semua masalah jadi kompleks dan semerawut. Endingnya begini. Ah ya, ya… begitu saja. Begitu semangat membabi buta. Imajinasi di kepalaku tak terbendung. Ya ampun yang benar saja! Gara-gara aku ingin masalah didalam novelku nanti semerawut, otakku malah jadi semerawut begini. Celaka, sejak kapan otakku sudah bergeser ke kanan? Berkat mas Ippho, aku jadi senang melakukan hal-hal yang tidak berurutan. Terserah otakkulah mau nulis dari mana dulu, endingnya dulu juga gak apa-apalah. Right??? Benang merah, mana benang merah? Udah tulis aja dulu yang ada di otak! Ribet banget sih jadi orang. Nah sekarang apa lagi? Cepat tulis! Huufffttt… adegannya udah jelas begini di otak, tapi kenapa sulit sekali dituangkan dalam kata-kata? Oke, kalau gitu ngadem dulu… hemm, nyanyi saja deh. Kalian tahu? Waktu kecil temanku suka menyebutku ‘bomilo’. Orang yang suka bicara sendiri. Well, bagiku itu tidak terlalu buruk. Entah bagi kalian. Close your eyes Give me your hand, darlin? Do you feel my heart beating Do you understand Do you feel the same Am I only dreaming Is this burning an eternal flame Eternal flame? Tiba-tiba teringat cahaya lilin. Aku suka cahaya lilin jika keadaan gelap, kira-kira bagaimana bisa masuk kedalam cerita, ya? Cari di mbah google! Filosofi lilin…. Hoooo…ternyata ada banyak sekali filosfinya. Tapi yang ini keliahtannya menarik. Klik kanan, open new tab, klik kiri. Tibalah aku di dunia mayanya blog seseorang. Cerita tentang empat lilin,wow….! Apa tadi yang sudah kubaca? Lilin keempat sangat keren! Wow! Jika kuceritakan kembali, apa bisa lebih menarik?

 Di sebuah ruangan gelap ada empat lilin yang sedang berbincang. “Aku sudah tidak dibutuhkan,” ucap lilin pertama sambil tersedu. “Manusia sudah tak menginginkan kedamaian, jadi aku akan mematikan diriku saja sekarang juga.” Dalam sekejap mata, matilah sinar lilin pertama. Lilin yang lain terkejut, tapi tak berlangsung lama si lilin kedua bersuara. “Benar juga, manusia sekarang sudah menjauh dari iman.” “Mereka begitu enggan mengenalku, aku lebih baik mati.” Tak lama kemudian lilin kedua pun mati. Tinggal-lah lilin ketiga dan keempat, mereka membisu sesaat. “Lilin ketiga… kau tidak hendak mematikan diri juga, kan?” tanya lilin keempat. “Tadinya tidak, tapi sekarang iya,” jawab lilin ketiga sendu. “WHAT?? WHY?” Pekik lilin keempat tidak percaya. “Manusia jaman sekarang bertopeng, pura-pura baik dan alim. Mereka mengatasnamakan cinta untuk perbuatan tak terpuji. Semua kepalsuan dan kebencian mereka sembunyikan seakan sebuah cinta,” kata lilin ketiga kecewa. “Cinta murni sudah tak dipandang lagi, aku tak pernah ada dalam hati mereka. Untuk apa aku masih bertahan?” lilin ketiga menunduk. Lalu entah asalnya dari mana, angin bertiup mematikan lilin ketiga. Lilin keempat tertegun melihat DAMAI, IMAN, dan CINTA telah mati. Ia sendirian di ruangan gelap itu, hanya sinarnyalah yang tetap menyisakan cahaya redup disana. Ia bimbang, rasa putus asa sudah diujung nyala apinya. Lama ia berpikir, kesepian kian mendekap tubuhnya. Dingin… ia juga ingin mati seperti teman-temannya. “Baiklah, untuk apa lagi aku menyala?” ucap lilin keempat pada dirinya sendiri. Ia bersiap mematikan diri, tapi….. Tiba-tiba saja seorang anak berlari dari kegelapan menghampirinya. Anak itu menangis ketakutan. Tubuhnya mengigil, matanya berkilat-kilat memantulkan sinar dari lilin keempat. Anak itu menatap lilin keempat begitu lekat. Lalu berkata, “Lilin, tolong jangan padam. Aku takut gelap…. aku mohon berikan sedikit cahayamu, temani aku disini.” Lilin keempat terenyuh, benarkah yang ia dengar? Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia menjawab harapan anak itu? Tapi hatinya terlalu kuat untuk putus asa. Akhirnya lilin keempat bersinar terang, membakar dirinya menemani anak itu. Ia telah mengabulkan harapan seorang anak yang membutuhkannya hingga akhir. “Loh, kok. Jadinya malah cerpen?” garuk-garuk kepala, sambil melongo ke layar LCD kotak yang di pojok kanan kiri ada tempelan hadiah dari sosis siap makan, Lion dan Tiger. Ya sudahlah, belum jadi novel cerpenpun sudah bagus. Tersenyum. Lilin ke-empat, HARAPAN. Jangan pernah padam hingga tubuhmu habis. Ya, benar… sekalipun kau tak memiliki apa-apa lagi. Harapan tak boleh padam, sampai sisa waktu hidupmu dihabiskan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar