Di
sebuah ruangan gelap ada empat lilin yang sedang berbincang. “Aku sudah tidak
dibutuhkan,” ucap lilin pertama sambil tersedu. “Manusia sudah tak menginginkan
kedamaian, jadi aku akan mematikan diriku saja sekarang juga.” Dalam sekejap
mata, matilah sinar lilin pertama. Lilin yang lain terkejut, tapi tak
berlangsung lama si lilin kedua bersuara. “Benar juga, manusia sekarang sudah
menjauh dari iman.” “Mereka begitu enggan mengenalku, aku lebih baik mati.” Tak
lama kemudian lilin kedua pun mati. Tinggal-lah lilin ketiga dan keempat,
mereka membisu sesaat. “Lilin ketiga… kau tidak hendak mematikan diri juga,
kan?” tanya lilin keempat. “Tadinya tidak, tapi sekarang iya,” jawab lilin
ketiga sendu. “WHAT?? WHY?” Pekik lilin keempat tidak percaya. “Manusia jaman
sekarang bertopeng, pura-pura baik dan alim. Mereka mengatasnamakan cinta untuk
perbuatan tak terpuji. Semua kepalsuan dan kebencian mereka sembunyikan seakan
sebuah cinta,” kata lilin ketiga kecewa. “Cinta murni sudah tak dipandang lagi,
aku tak pernah ada dalam hati mereka. Untuk apa aku masih bertahan?” lilin
ketiga menunduk. Lalu entah asalnya dari mana, angin bertiup mematikan lilin
ketiga. Lilin keempat tertegun melihat DAMAI, IMAN, dan CINTA telah mati. Ia
sendirian di ruangan gelap itu, hanya sinarnyalah yang tetap menyisakan cahaya
redup disana. Ia bimbang, rasa putus asa sudah diujung nyala apinya. Lama ia
berpikir, kesepian kian mendekap tubuhnya. Dingin… ia juga ingin mati seperti
teman-temannya. “Baiklah, untuk apa lagi aku menyala?” ucap lilin keempat pada
dirinya sendiri. Ia bersiap mematikan diri, tapi….. Tiba-tiba saja seorang anak
berlari dari kegelapan menghampirinya. Anak itu menangis ketakutan. Tubuhnya
mengigil, matanya berkilat-kilat memantulkan sinar dari lilin keempat. Anak itu
menatap lilin keempat begitu lekat. Lalu berkata, “Lilin, tolong jangan padam.
Aku takut gelap…. aku mohon berikan sedikit cahayamu, temani aku disini.” Lilin
keempat terenyuh, benarkah yang ia dengar? Apa yang harus ia lakukan? Haruskah
ia menjawab harapan anak itu? Tapi hatinya terlalu kuat untuk putus asa.
Akhirnya lilin keempat bersinar terang, membakar dirinya menemani anak itu. Ia
telah mengabulkan harapan seorang anak yang membutuhkannya hingga akhir. “Loh,
kok. Jadinya malah cerpen?” garuk-garuk kepala, sambil melongo ke layar LCD
kotak yang di pojok kanan kiri ada tempelan hadiah dari sosis siap makan, Lion
dan Tiger. Ya sudahlah, belum jadi novel cerpenpun sudah bagus. Tersenyum.
Lilin ke-empat, HARAPAN. Jangan pernah padam hingga tubuhmu habis. Ya, benar…
sekalipun kau tak memiliki apa-apa lagi. Harapan tak boleh padam, sampai sisa
waktu hidupmu dihabiskan.
Rabu, 22 Januari 2014
Lilin Ke - 4 Harapan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar